Senin, 24 Oktober 2011

Mengantar jamaah haji


MENGANTAR HAJI
Sebentar lagi, atau kurang lebih 15 hari lagi hari raya haji akan tiba. Artinya sebentar lagi akan ada penyembelihan sapi korban. Dan bagi orang yang ingin naik haji, sebagian sudah berangkat ke tanah suci Mekkah.
Untuk kota Amuntai acara pelepasan calon jemaah haji dilaksanakan pada hari minggu ini (23 Oktober 2011). Ayah dan ibu mengajak aku dan adikku untuk melihat ke halaman mesjid raya Amuntai. Kami berangkat setelah shalat dzuhur terlebih dahulu dilanggar di depan rumah. Karena rencananya rombongan akan diberangkatkan setelah shalat dzuhur.
Tahun ini beberapa keluargaku juga ada yang berangkat. Kata ibuku, sekarang kalau mau pergi haji harus antre atau menunggu giliran. Sebab yang ingin pergi haji sangat banyak, padahal jatahnya sangat sedikit. Jadi harus sabar menunggu.
Orang tuaku juga sudah menyetor haji, tetapi kata ayah, menurut petugas haji harus menunggu antara 5 – 10 tahun baru bisa berangkat. Mudah-mudahan orang tuaku diberikan umur panjang, sehingga dapat pula menunaikan ibadah haji. Amiin.

 

Oh ya, di dekat halaman masjid raya, disaat acara pelepasan calon jemaah haji oleh Bupati  H. Aunul Hadi Idham Khalid, aku ketemu dengan teman sekelasku, Dayat.  Aku lihat dia juga pergi dengan kedua orang tuanya. Kami kemudian berbincang-bincang sebentar. Setelah itu kami berpisah karena calon jemaah hajinya sudah mulai masuk ke dalam bis. Aku hitung  jumlah bis nya ada 7 buah.

Gigi palsu


GIGI PALSU DARI KULIT SINGKONG
Di belakang rumahku terdapat orang yang membuat keripik singkong dan keripik pisang. Keripiknya renyah sekali. Ibuku senang sekali memakannya. Adikku yang lucu  ternyata juga sangat menyukainya.
Yang membuat keripik tersebut tidak lain adalah keluargaku sendiri, yaitu mamanya Ita. Kata ibuku, kakekku (orangtua ibuku) bersaudara dengan kakeknya Ita. Jadi antara aku dan Ita adalah sepupu dua kali. Mamanya Ita juga membuat keripik “Marning”, yaitu singkong yang diparut dengan parutan selada tapi lebih kecil lalu digoreng. Juga keripik “Bagula”, keripik yang diberi karamel gula merah. Keduanya enak sekali.
Setiap hari, mama Ita mengupas pisang dan singkong untuk membuat keripik tersebut. Banyak sekali kulitnya berserakan. Kata ayahku, kulit singkong tersebut dapat dibuat mainan gigi palsu. Ayahpun mencontohkannya. Setelah itu aku yang membuatnya sendiri.



Adikku senang sekali. Sesekali dia tertawa melihat gigi palsu dari kulit singkong yang dipakai ayah. Adikku tidak takut lho …… karena lucu melihatnya.

Siring sudah selesai


SIRING SUDAH SELESAI

Tidak terasa pembuatan siring batu bronjong di depan rumahku hampir selesai. Tinggal ditimbuni dengan tanah. Aku senang sekali melihatnya. Karena sekarang ada tempat untuk kami bermain.
Setiap sore kami bermain di atas batu bronjong yang telah tersusun dengan rapi. Sedangkan pada hari minggu, terkadang kami bermainnya sejak pagi hari, dan dilanjutkan pada sore harinya.
Adanya siring batu bronjong tersebut, meskipun turun hujan, jalanan di depan rumahku tidak lagi becek. Kami tetap bisa bermain di atas batu-batu tersebut. Lani tetanggaku disamping rumah senang sekali menaikkan layang-layang dari atas batu tersebut. Ita dan Noval suka main sembunyi-sembunyian di balik batu. Sedangkan Ghina dan Syahrin senang berjalan bolak balik diatasnya.

 
Pokoknya kami senang sekali. Ayah dan ibuku juga senang. Tetangga yang lain juga demikian. Mereka senang karena adanya pembuatan siring tersebut dapat mengurangi longsor (rumbih) yang diakibatkan oleh arus sungai yang deras di musim penghujan.
Mudah-mudahan jalan di muka rumah kami dan tetangga kami tidak rusak lagi. Mohon dido’akan ya….. Amin ya rabbal ‘alamin.

Pohon berjanggut


POHON  “BERJANGGUT”  DITEBANG
Disamping muka rumahku terdapat sebuah pohon jambu air yang tua sekali umurnya.Saking tuanya sampai-sampai batangnyapun ditumbuhi janggut. Kami menyebutnya pohon berjanggut.
Kata orang tuaku, pohon tersebut umurnya mungkin lebih tua dari mereka. Sebab, ketika ibuku masih kecil pohon tersebut sudah ada. Jika dihitung-hitung  mungkin lebih dari 50 tahun sudah umur pohon tersebut.
Tapi sekarang pohon tersebut sudah ditebang, meskipun masih kelihatan sisanya. Pohon tersebut ditebang karena menghalangi orang yang bekerja membuat siring dari batu bronjong di depan rumahku.

Sekarang tidak ada lagi teman-teman di samping rumahku yang melemparinya dengan tanah, atau menjoloknya dengan kayu panjang. Sekarang  pohon jambu air tinggal kenangan.
Tapi Alhamdulillah kami masih mempunyai beberapa pohon yang masih menghasilkan buah. Pohon sirsak yang sekarang lagi  berbuah lebat. Pohon belimbing serta  jambu biji yang manis rasanya. Banyak tetangga yang meminta pucuk daun sirsak dan jambu untuk pengobatan penyakit. Dan kamipun tidak lupa untuk memberi tetangga dekat bila pohon tersebut berbuah….duh senangnya makan buah dari kebun sendiri.